Tangerang Raya

Keluarga Arif Tinggal di Rumah 3×3 Meter Berbilik Bambu, Hidup Penuh Keterbatasan di Rajeg

222
×

Keluarga Arif Tinggal di Rumah 3×3 Meter Berbilik Bambu, Hidup Penuh Keterbatasan di Rajeg

Sebarkan artikel ini
Arif duduk di depan rumah berdinding bilik bambu yang ditinggalinya bersama istri dan dua anak. Rumah sempit ini menjadi tempat mereka bertahan hidup di tengah keterbatasan ekonomi.

NASIONALXPOS.CO.ID, KABUPATEN TANGERANG – Potret memilukan kembali muncul dari pelosok Kampung Cipaniis, RT 013 RW 04, Desa Rancabango, Kecamatan Rajeg. Arif, seorang pekerja serabutan, tinggal bersama istrinya Nurmi dan dua anak mereka di rumah bilik bambu berukuran hanya 3×3 meter. Tanpa sekat, tanpa kamar, satu ruang itulah menjadi tempat tidur, makan, sekaligus area bermain anak.

Kasur tipis terhampar langsung di lantai, sementara sebuah kipas angin sederhana menjadi benda paling menonjol, mungkin satu-satunya alat yang sedikit mengusir panas di ruangan sempit tersebut. Dinding bambu yang lapuk membuat angin dan suara dari luar mudah masuk, dan bila hujan turun, air kerap merembes tanpa ampun.

Apa saja saya kerjakan yang penting bisa bawa pulang buat makan,” ujar Arif saat ditemui wartawan, Minggu (7/12/2025).

Namun pendapatan tidak menentu, ada hari ia pulang tanpa membawa uang sama sekali. Meski berjuang setiap hari, keterbatasan ekonomi membuat kondisi rumahnya tak kunjung membaik, bahkan nyaris roboh.

Arif mengaku pernah menerima bantuan pemerintah pada tahun 2022. Bantuan tersebut ia ambil tiga kali dalam setahun melalui bank BJB. Namun sejak itu, tak ada lagi bantuan lanjutan yang mereka terima.

Di dalam ruangan ukuran sekitar 3×3 meter, Arif mencoba menjalani hidup sebaik mungkin sementara anaknya terlelap di sudut kasur tipis tanpa kamar, tanpa sekat.

Kisah keluarga Arif bukan sekadar cerita kemiskinan, namun cermin nyata bahwa masih ada masyarakat yang bertahan hidup dalam hunian yang jauh dari kata layak. Dua anak kecil tumbuh dalam ruang sempit yang tidak melindungi mereka dari hujan dan dingin malam, sementara orang tua mereka terus berusaha agar esok bisa sedikit lebih baik.

Harapan kini tertuju pada pemerintah daerah, lembaga sosial, dan masyarakat yang peduli. Sebab, di balik bilik bambu rapuh itu, ada keluarga yang tak pernah berhenti berjuang demi kehidupan yang lebih layak. (Red)

Tinggalkan Balasan