Daerah

Tradisi Mandi Lumpur Desa Adat Kedonganan Pasca Hari Raya Nyepi

237
Tradisi Mebuugbugan atau Mandi Lumpur Desa Adat Kedonganan pasca Hari Raya Nyepi atau Ngembak Geni. Selasa, (12/3/2024). Foto: Ist

NASIONALXPOS.CO.ID, BADUNG  – Setelah dilaksanakannya Brata Penyepian, keesokan hari (Ngembak Geni) Selasa (12/3/2024), Desa adat Kedonganan di Kabupaten Badung melaksanakan tradisi unik yang sudah dijalankan selama bertahun tahun yaitu tradisi “Mebuugbugan” atau tradisi mandi lumpur.

Mebugbugan ini diikuti oleh seluruh Krama/Masyarakat Desa Adat Kedonganan yang terdiri dari 6 Banjar diantaranya Banjar Kubu Alit, Banjar Ketapang, Banjar Anyar Gede, Banjar Pasek, Banjar Kertayasa dan Banjar Pengederan.

Krama Banjar dari semua usia berkumpul di depan bale agung catus pata desa adat Kedonganan kemudian berjalan kaki dengan jarak sekitar setengah kilometer menuju hutan magrove tempat lokasi diadakannya Mebuugbugan.

Sampai di lokasi hutan mangrove, Krama banjar terlebih dahulu dipercikan Tirta (air suci) dan lanjut berjalan kaki ketengah menyusuri hutan mangrove menuju lokasi Mebuugbugan. Sampai di lokasi merekapun langsung melumuri tubuh dengan lumpur. Sorak gembira para Krama Banjar memecah keheningan hutan mangrove. Usai melumuri badan dengan lumpur, mereka pun kembali berjalan kaki menuju segare (pantai).

Foto: Ist

Lumpur yang dipakai untuk melumuri badan tak sembarang lumpur. Lumpur tersebut harus berwarna agak kemerahan bukan hitam seperti lumpur Magrove biasanya. Lumpur kemerahan lebih higienis dan tidak menimbulkan gatal di sekujur tubuh yang sebelumnya telah diuji di laboratorium terkait ke-higienisannya.

“Setelah selesai mandi lumpur, Krama Banjar dengan berjalan kaki mengelilingi desa langsung menuju pantai untuk melakukan pembersihan, ini bertujuan supaya kita bisa berbuat lebih baik dari hari kemarin. Lumpur itu identik dengan hal yang negatif Setelah yang negatif melumuri tubuh kita bagaimana dipantai akan dibersihkan dengan istilah melukat menyucikan diri kembali supaya lebih bersih. Dan kenapa harus kepantai, karena desa Kedonganan diapit oleh dua pantai yaitu pantai di selah timur yg ada lumpurnya untuk kita melumuri tubuh dan satunya ada di pantai barat untuk pembersihan tubuh,” jelas Bendesa Adat Desa Kedonganan I Wayan Sutarja,

Usai melaksanakan pembersihan di pantai, krama Banjar yang ikut Mebuugbugan kembali dipercikan Tirta sebelum pulang ke rumah masing masing.

Sutarja berharap agar generasi muda (sekehe teruna) bisa menjadi penerus untuk menjaga dan melanjutkan apa yang sudah dimiliki dan menjadi tradisi desa adat Kedonganan.

“Saya sangat berharap Mebuugbugan yang sudah diakui oleh kementerian Kebudayaan Indonesia bisa dijaga dan dilestarikan. Saya sangat optimis sekali kepada generasi kita menjaga tradisi mebugbugan ini,” harapnya.

Seperti diketahui, Tradisi Mebuugbugan ini sudah dilaksanakan oleh penglingsir (tetua) jaman dulu bahkan sebelum penjajahan Jepang. Tradisi Mebuugbugan sudah diakui oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia sebagai warisan harta tak benda .

Tradisi Mebuugbugan sempat ditiadakan tahun 1963 akibat gunung agung meletus dan tahun 1965 karena adanya G30S PKI dan baru dilaksanakan tahun 2014, namun tahun 2019 ditiadakan lagi pelaksanaannya lantaran adanya covid-19. Dan akhirnya kembali dilaksanakan pada tahun 2022 lalu. (Tik)

Exit mobile version