Daerah

Reklamasi di Pulau Pial Layang Dipertanyakan, Projo Kepri Desak Transparansi

74
×

Reklamasi di Pulau Pial Layang Dipertanyakan, Projo Kepri Desak Transparansi

Sebarkan artikel ini

NASIONALXPOS.CO.ID, BATAM – Aktivitas reklamasi dan pembabatan hutan mangrove yang terjadi di wilayah pesisir Kota Batam kembali menjadi sorotan. Hutan mangrove di tiga titik, Pulau Pial Layang, Pulau Kapal Besar, dan Pulau Kapal Kecil, dilaporkan mengalami kerusakan yang cukup parah, diduga akibat aktivitas reklamasi yang dilakukan oleh PT Citra Buana Prakarsa (CBP).

Kegiatan reklamasi tersebut disebut-sebut tidak dilengkapi dokumen perizinan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Berdasarkan informasi yang dihimpun, hingga saat ini tidak ditemukan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Persetujuan Lingkungan, ataupun izin pemanfaatan ruang laut dari instansi terkait.

Padahal, kawasan hutan mangrove memiliki fungsi ekologis penting seperti mencegah abrasi, menjaga kualitas air, dan menjadi habitat alami bagi berbagai biota laut. Kerusakan pada wilayah ini dinilai sebagai ancaman serius terhadap keberlanjutan ekosistem pesisir di Batam.

Menanggapi situasi tersebut, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Projo Kepulauan Riau melakukan peninjauan langsung ke lokasi reklamasi pada 8 Juli 2025. Kegiatan ini dipimpin oleh Wakil Ketua Bidang Investasi, Ekonomi, dan Industri DPD Projo Kepri, Eko Istiyanto, didampingi oleh Sekretaris DPD, Dado Herdiansyah, ST.

“Kami menyaksikan secara langsung adanya pembabatan mangrove dan penimbunan lahan yang cukup masif, di lokasi yang legalitasnya masih dipertanyakan,” ungkap Eko kepada NASIONALXPOS.CO.ID, Jumat (19/7/2025).

Dalam upaya mencari klarifikasi, tim Projo Kepri mencoba menemui pemilik PT CBP, Hartono. Namun, komunikasi kemudian dialihkan kepada kuasa hukum perusahaan bernama Rio. Sayangnya, menurut Eko, pihak legal tidak bersedia memberikan keterangan dengan alasan yang tidak dijelaskan secara rinci.

“Sikap tertutup dari perusahaan hanya akan menambah kecurigaan publik terhadap dugaan pelanggaran hukum dalam aktivitas reklamasi ini,” ujar Eko.

Projo Kepri juga menyoroti kurangnya pengawasan dari lembaga legislatif, baik DPRD Kota Batam maupun DPRD Provinsi Kepulauan Riau. Khususnya, anggota dewan dari daerah pemilihan (dapil) Belakang Padang, yang dinilai tidak menjalankan fungsi kontrol terhadap aktivitas reklamasi tersebut.

“Ini adalah bentuk pembiaran yang merugikan lingkungan dan masa depan masyarakat pesisir. Seharusnya wakil rakyat berpihak kepada kepentingan rakyat, bukan membiarkan praktik yang berpotensi merusak lingkungan,” tambah Eko.

Atas dasar temuan tersebut, DPD Projo Kepri mendesak penegakan hukum oleh instansi terkait, antara lain Direktorat Jenderal Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Mabes Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.

Projo meminta agar reklamasi dihentikan sementara, lokasi disegel, dan proses hukum ditegakkan terhadap pihak-pihak yang diduga melanggar hukum.

“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan kejahatan ekologis. Penegakan hukum harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak pandang bulu,” tegas Eko.

Ia juga menegaskan pentingnya keadilan yang merata tanpa diskriminasi.

“Hukum jangan tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Kami mendukung sepenuhnya penegakan hukum yang adil dan transparan,” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, NASIONALXPOS.CO.ID belum menerima tanggapan resmi dari anggota DPRD Kota Batam dapil Belakang Padang maupun pihak PT Citra Buana Prakarsa terkait isu ini. (Wisnu)

Tinggalkan Balasan