Daerah

Ancam Kesehatan Masyarakat, LPK-RI Lakukan Langkah Pencegahan

1118

NASIONALXPOS.CO.ID, SIDOARJO – Resistensi antimikroba (AMR) menjadi persoalan kesehatan yang mengintai masyarakat. Kasus resistensi terhadap antibiotik ini banyak terjadi akibat pemberian antibiotik yang tidak tepat, berlebihan atau tidak rasional. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penggunaan antibiotik meningkat 91 persen secara global dan meningkat 165 persen di negara-negara berkembang pada periode 2000-2015, Ini berarti resistensi antimikroba sebagai salah satu dari 10 ancaman kesehatan global yang paling berbahaya di dunia.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI), Fais Adam dan dikatakannya, bahwa perlu diketahui resistensi antibiotik terjadi, ketika antibiotik kehilangan kemampuannya untuk menghentikan pertumbuhan bakteri atau membunuh bakteri. Karena bakteri terus berkembang biak meski sudah diberi antibiotik, infeksi bisa bertambah berat walaupun telah diberi antibiotik.

“Dikarenakan Ini menyangkut Keselamatan Konsumen maka LPK-RI berkewajiban untuk turut andil dalam menekan Resistensi Antimikroba (AMR), sesuai dengan yang diamanahkan oleh Undang-undang Perlindungan Konsumen,” Fais saat berkunjung ke Kantor LPK-RI DPC Kabupaten Sidoarjo, Sabtu (14/5/2022).

Fais menuturkan, melalui survey beberapa waktu lalu di Kabupaten Tulungagung dengan cara pembelian antibiotik di sejumlah Apotek, Fokus LPK-RI pada antibiotik Amoxicillin yang sangat dikenal dikalangan masyarakat, Amoxicillin adalah obat keras penandanya, logo lingkaran berwarna merah dengan huruf K di dalamnya.

“Pembelian obat harus menggunakan resep dokter untuk mendapatkannya. LPK-RI mendapati sebagian besar apotek dalam menjual Amoxicillin dilakukan tanpa resep dokter dan seringkali tanpa saran yang memadai dari tenaga kesehatan dalam menyerahkan Amoxicillin,” ujar Ketua Umum LPK-RI.

Fais menjelaskan, memang ada obat keras antibiotik yang diperbolehkan dijual tanpa resep dokter, dalam daftar Obat Wajib Apotek (OWA) adalah jenis antibiotik topikal untuk pemakaian luar, tidak termasuk antibiotik yang digunakan per oral, seperti amoxicillin yang sering dijual bebas. Ada beberapa Apotek yang sudah diberikan Surat Peringatan oleh LPK-RI karena menjual Amoxicillin tanpa Resep Dokter, yang isi dari surat peringatan tersebut adalah jangan lagi menjual obat keras diluar OWA tanpa resep dokter.

“Sangat disayangkan sepertinya Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tulungagung tidak mendukung langkah pencegahan yang dilakukan LPK-RI, bahkan dibeberapa media online kami mendapati pernyataan Seksi Kefarmasian Dinkes Kabupaten Tulungagung, menyuruh mengabaikan Surat Peringatan yang kami layangkan ke beberapa Apotek yang telah menjual Amoxicillin tanpa Resep Dokter, bahkan mengatakan LPK-RI tidak punya wewenang untuk melakukan pengawasan,” katanya.

Menurutnya, dalam Undang-undang dan Peraturan Pemerintah telah mengatur terkait Pengawasan yang dilakukan oleh LPK-RI seperti yang tertuang dalam Pasal 30 ayat 3 Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan, Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar. Dan dalam Peraturan Pemerintah No 58 tahun 2001 yang menyatakan, Pengawasan oleh LPKSM dilakukan terhadap barang dan atau jasa yang beredar di pasar.

“LPK-RI mempertanyakan apa motivasi dari Dinas Kesehatan melalui kasi kefarmasian terkait pernyataan-pernyataan yang telah diutarakan dalam media online, LPK-RI menduga ada pembiaran yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung terkait peredaran Amoxicillin yang begitu bebas tanpa Resep Dokter,” imbuhnya.

Terkait pernyataan tersebut, LPK-RI telah mengirimkan pesan WhatsApps tetapi belum ada Respon dari Kasi Kefarmasian Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung.

“Bila tetap tidak ada respon, tentunya LPK-RI akan mengambil langkah tegas terkait pernyataan yang dilontarkan oleh Kasi Kefarmasian Dinkes Tulungagung,” tandasnya. (red)

Exit mobile version