NASIONALXPOS.CO.ID, BULELENG -Pengadilan Negeri (PN) Singaraja terus menggelar sidang praperadilan secara maraton. Sidang hari ini, Jumat (19/5/2023) dengan hakim tunggal Ni Made Kushandari, SH, MH, dan panitera pengganti I Gusti Ngurah Agung Swantara, SH, yang digelar di ruang sidang Cakra, PN Singaraja di Jalan Kartini No 2 Singaraja, Bali tersebut, dengan agenda mendengar keterangan saksi fakta dari pemohon.
Tim penasehat hukum pemohon yang dikoordinir, I Gusti Putu Adi Kusuma Jaya, SH, menghadirkan empat orang saksi yakni tiga saksi merupakan karyawan Restoran Warung Bambu milik pemohon Nyoman Tirtawan, di mana di lokasi tersebut, dilakukan penggeledahan oleh penyidik Unit IV Satreskrim Polres Buleleng. Dan satu saksi lagi merupakan sepupu pemohon sehingga tidak diambil sumpah, akan tetapi tetap didengar keterangannya.
Termohon praperadilan adalah Polres Buleleng Cq AKBP. I Made Dhanurdana selaku Kepala Kepolisian Resor Buleleng,dan turut termohon adalah Kejaksaan Negeri Buleleng Cq. Rizal Syah Nyaman, S.H. Selaku Kepala Kejaksaan Negeri Buleleng.
Sidang kali ini tergolong memanas karena keterangan para saksi fakta dari pemohon ini memantik debat hangat bahkan saling memotong pembicaraan antara para penasehat hukum pemohon dan termohon.
Secara garis besar para saksi fakta yang dihadirkan tim penasehat hukum pemohon mengaku bahwa mereka tidak melihat surat izin penggeledahan dari Ketua PN Singaraja. Tiga saksi menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak melihat sehelai suratpun dari tim penyidik Unit IV Satrekrim Polres Buleleng saat mendatangi lokasi penggeledahan.
“Saya tidak melihat surat dan tidak diperlihatkan oleh pak polisi,” jelas saksi Wayan Sutiani kepada hakim.
Sutiani pun mengaku dipaksa polisi ikut ke Polres Buleleng untuk dimintai keterangan. Saksi Sutiani mengaku bahwa saat itu polisi menyatakan bahwa kalau dia tidak ikut ke Polres untuk tanda tangan surat maka masalah ini tidak akan selesai. Inilah, kata dia, membuat dirinya terpaksa ikut walau sangat ketakutan. Saking takutnya, saksi Sutiani tidak berani naik mobil bersama tim Polres Buleleng dan ia menelpon suami untuk diantar ke Polres Buleleng.
Apakah saksi menandatangani surat? “Saya tanda tangan surat karena ketakutan. Saya tidak membaca surat itu karena saya tidak bawa kacamata. Saya tanda tangan saja, tapi tidak tahu apa isinya,” ungkap saksi Sutiani.
Ketika I Gusti Putu Adi Kusuma Jaya, SH, biasa disapa Gus Adi penasehat hukum pemohon diberi kesempatan, langsung menggali lebih dalam dengan pertanyaan untuk meminta keterangan saksi.
“Apakah saksi benar tidak membaca surat itu? Kemudian apakah polisi membaca surat itu kepada saksi?” tanya pria yang akrab Gus Adi itu. “Tidak dibacakan, langsung suruh saya tanda tangan,” tegas Sutiani.
Giliran tim penasehat hukum termohon menanyakan saksi Sutiani, saat itulah terjadi saling memotong pembicaraan antar penasehat hukum dari kedua kubu di dalam sidang tersebut.
Kemudian saksi fakta kedua atas nama Luh Ekawati membuka kesaksian atas kejanggalan dalam aksi penggeledahan yang dilakukan penyidik Unit IV Satreskrim Polres Buleleng, dengan menceritakan bahwa saat itu, polisi datang tiba-tiba dan sebagian masuk dari belakang lokasi penggeledahan. Tidak melalui bagian depan.
“Ada yang masuk rumah lewat belakang,” beber saksi Ekawati.
Saat polisi mengambil handphone saksi Sutiani dan mencari nomor HP Nyoman Tirtawan. Ternyata setelah didapati nomor Whatsapp pemohon Nyoman Tirtawan, polisi malah tidak menghubungi pemohon sebagai terlapor dan pemilik rumah makan Warung Bambu yang digeledah polisi.
“Polisi ambil HP Sutiani dan mencari nomornya Pak Nyoman (Nyoman Tirtawan,red). Setelah didapat nomor Pak Nyoman, saya bilang sama pak polisi untuk hubungi Pak Nyoman. Tetapi pak polisi malah bilang ‘Ngga perlu, (telpon Nyoman Tirtawan),” ungkap saksi Ekawati lagi.
Sementara itu, di tempat yang sama, Pemohon Nyoman Tirtawan yang diberi kesempatan hakim bertanya kepada saksi, memanfaatkan kesempatan itu untuk memperkuat kesaksian para saksi bahwa dirinya memang tidak pernah diberitahu baik melalui surat maupun telpon.
“Polisi membuat kebohongan dalam jawaban di persidangan,” tegas Tirtawan singkat.
Terhadap saksi Ekawati, Gus Adi menanyakan keterangan seputar masuknya polisi lewat belakang rumah.
“Tadi saksi bilang masuk lewat belakang rumah. Apakah saksi yakin yang datang itu polisi atau perampok,” tanya Gus Adi. “Bener polisi,” jawab saksi Ekawati.
Giliran Wayan Kota, PH termohon, mencecar saksi Ekawati dengan sejumlah pertanyaan. Salah satunya adalah,
”Bagaimana saksi tahu kalau polisi yang mengambil HP saksi Sutiani itu mencari nomor HP pemohon?,” dengan lugas saksi Ekawati menjawab,
“Karena saat itu, pak polisi duduk dan saya berdiri melihatnya. Setelah pak polisi mendapatkan nomor Pak Nyoman (pemohon Nyoman Tirtawan, red), pak polisi itu kembalikan HP teman saya.” ungkap Ekawati.
Usai sidang, Gus Adi, kembali mempertanyakan surat izin penetapan penggeledahan dari Ketua PN Singaraja.
“Judul berita ‘surat siluman’ itu ada benarnya. Tadi diperlihatkan di sidang, ternyata surat izin penetapan penggeledahan itu bukan ditandatangani Ketua PN Singaraja, tetapi oleh Wakil Ketua PN Singaraja, I Made Bagiarta, SH, MH. Tidak boleh itu, harus Ketua PN yang tanda tangan, apalagi tanda tangan elektronik, itu harusnya Ketua PN,” ujar Gus Adi.
Sidang praperadilan kembali digelar Senin, (22/5) dengan agenda mendengar keterangan saksi fakta dari termohon bersama saksi ahli dari termohon, serta saksi ahli dari pemohon. Atas pemintaan PH termohon, sehingga sidang baru akan digelar pada pukul 11.00 wita. (Uchan)