DaerahPeristiwa

Polemik Lahan Batu Ampar, Tirtawan: Putusan PN Singaraja 2010, Diduga Dilawan Oleh Oknum BPN Saat Itu!

7087
×

Polemik Lahan Batu Ampar, Tirtawan: Putusan PN Singaraja 2010, Diduga Dilawan Oleh Oknum BPN Saat Itu!

Sebarkan artikel ini

NASIONALXPOS.CO.ID, BULELENG
Setelah laporan Nyoman Tirtawan diketahui di SP3 kan dengan dalih tidak cukup bukti oleh penyidik Satreskrim Polres Buleleng, dalam menyuarakan keadilan dan semangat memperjuangkan hak atas tanah 55 warga Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, seluas 45 Hektare.

Kembali, dirinya melakukan pengaduan kepada 34 lembaga negara di Republik ini, tertanggal 15 Januari 2023. Surat pengaduan itu ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dengan tembusan ke 34 lembaga negara terkait. Senin, (16/1/2023).

Advertisement
Scroll Kebawah Untuk Lihat Berita

Perihal surat pengaduan tersebut adalah Pengaduan Sengketa/Konflik Tanah Hak Warga Masyarakat Batu Ampar terletak di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, pada tahun 2015 dinyatakan sebagai Aset Pemerintah Kabupaten Buleleng atas dasar pembelian sebesar Rp. (0) Nol Rupiah, yang diduga melibatkan Oknum mafia tanah Badan Pertanahan Buleleng dan Oknum Pejabat Pemerintah Kabupaten Buleleng.

Berdasarkan SK Gubernur, Kepala Daerah TK I Bali Cq. Kepala Direktorat Agraria No.129/HM/DA/BLL/1982, ungkap Tirtawan, diterbitkan Sertifikat tanah Hak Milik atas nama Ketut Salin dengan SHM no.229 Luas Tanah: 5.500 m2 dimana saat ini tanah tersebut telah dijual kepada I Nyoman Parwata, sesuai Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 763.

“Setelah itu juga terbit Sertifikat Hak Milik atas nama Marwiyah, SHM Nomor 240 luas tanah: 7.300 m2 berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah TK I Bali Cq. Kepala Direktorat Agraria No.140/HM/DA/BLL/1982 yang saat ini telah dijual kepada I Nyoman Parwata tanggal 28 Maret 1992, Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 764,” urai Tirtawan yang dikenal sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” penyelamat uang rakyat sebesar Rp 98 miliar dari pos KPU Bali saat Pilgub Bali 2018 lalu.

Lanjut Tirtawan, hal tersebut diperkuat lagi dengan rekomendasi Bupati Buleleng tertanggal 10 Juni 2008 telah memberikan rekomendasi kepada 6 (enam) masyarakat Batu Ampar yang menggugat di Pengadilan Negeri Singaraja untuk mengajukan permohonan hak atas tanah tersebut.

Menariknya, Tirtawan mengungkapkan bahwa Pengadilan Negeri Singaraja pada tahun 2010 lalu telah memenangkan 6 (enam) masyarakat Batu Ampar sebagai penggugat. Putusan PN Singaraja itu tertanggal 12 Juli 2010 yang beberapa isi putusan sebagai berikut:

Tanah sengketa adalah sah sebagai tanah Negara bebas, yang telah dikuasai dan dikerjakan oleh Para Penggugat yang dipergunakan untuk tanah pertanian sejak dari sebelum tahun 1960 dan/atau telah dikuasai serta dikerjakan selama 20 (dua puluh ) tahun lebih, secara berturut turut dengan terbuka dan dengan itikad baik.”

Menyatakan hukum Para Penggugat mempunyai Hak Prioritas untuk mengajukan Permohonan Hak atas tanah sengketa kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Buleleng dan/atau kepada instansi/Pejabat yang sah dan berwenang untuk itu.”

Bahwa berawal Raman dan Kawan-kawan (sebanyak 55 orang) masyarakat batu Ampar telah menguasai dan menggarap tanah Negara secara terus menerus tanpa terputus dengan terbuka dan dengan itikad baik, sejak dari tahun 1959 dan/atau sebelum tahun 1960 dan/atau sebelum berlakunya UU No.5/1960 atau penguasaannya telah berlangsung selama 20 (dua puluh) tahun lebih tanpa pernah ada gangguan serta tidak pernah dialihkan hak kepada pihak lain sesuai dengan surat keterangan Perbekel desa Pejarakan tanggal 28 November 1980 yang diketahui oleh Camat yang bersangkutan, beber Tirtawan dalam surat pengaduan itu.

Hal tersebut, kata Tirtawan, dibuktikan dengan adanya beberapa pemilikan tanah pada tahun 1959 sebagai berikut,

Pertama, tanah milik Sutra seluas 15.000 m2 berdasarkan bukti pemilikan surat “Tanda Pendaftaran Sementara tanah Milik Indonesia” yang dikeluarkan oleh Kepala Djawatan Pendaftaran dan Pajak Penghasilan Tanah Milik Indonesia, tertanggal 15 Maret 1959, terletak di Dusun Banyuwedang, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.

Kedua, tanah milik Atrabi seluas 15.000 m2 berdasarkan bukti pemilikan surat “Tanda Pendaftaran Sementara tanah Milik Indonesia” yang dikeluarkan oleh Kepala Djawatan Pendaftaran dan Pajak Penghasilan Tanah Milik Indonesia, tertanggal 15 Maret 1959, terletak di Dusun Banyuwedang, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.

Ketiga, tanah milik Nias seluas 15.000 m2 berdasarkan bukti pemilikan surat “Tanda Pendaftaran Sementara tanah Milik Indonesia” yang dikeluarkan oleh Kepala Djawatan Pendaftaran dan Pajak Penghasilan Tanah Milik Indonesia, tertanggal 15 Maret 1959, terletak di Dusun Banyuwedang, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.

Keempat, SK Ijin Hak Pakai Sementara, No.I/1963 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Agraria Daerah Bali Utara pada tanggal 1 Agustus 1963 atas nama Rahnawi.

“Atas hal diatas tersebut maka masyarakat tertanggal 22 September 1981 mengajukan permohonan untuk memperoleh hak milik atas tanah Negara tersebut,” urai Tirtawan lagi.

Tirtawan memaparkan bahwa, karena 55 warga masyarakat Batu Ampar tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh hak milik maka, Menteri Dalam Negeri Direktur Jenderal Agraria Atas Nama Muhammad Isa mengabulkan dan/atau memberikan Hak Milik atas sebidang tanah Negara yang letak dan luasnya sebagaimana dimaksud kepada 55 warga masyarakat Batu Ampar tersebut sesuai surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : SK.171/HM/DA/82 tanggal 9 Desember 1982.

Rekapitulasi Kartu Inventaris Barang (KIB) A tanah Kabupaten Buleleng
Foto: Ist

Sayangnya, Putusan PN Singaraja itu menjadi “gugur” alias tidak berlaku, kala ada surat keberatan dari Pemkab Buleleng yang dikirim oleh Sekda Kabupaten Buleleng saat itu, Dewa Ketut Puspaka, Inti isi surat Pemkab Buleleng itu mengatakan “Bahwa Bidang tanah Hak Pengelolaan Nomor 1/Desa Pejarakan tersebut diatas telah dicatatkan pada Rekapitulasi Kartu Inventarisasi Barang (KIB) A tanah sebagai tanah Aset Pemerintah Kabupaten Buleleng berdasarkan pembelian Rp. 0,- (Nol) Rupiah.”

Ironisnya, Kantor Pertanahan (Kantah) ATR/BPN Buleleng saat itu, tanpa melalui putusan Pengadian Negeri (PN) alias mengabaikan putusan PN Singaraja, yang memenangkan keenam warga Batu Ampar, langsung menerbitkan sertifikat HPL pengganti untuk Pemkab Buleleng.

“Atas uraian diatas tersebut kami menduga adanya oknum-oknum penguasa Pemerintah Kabupaten Buleleng termasuk oknum mafia tanah di Badan Pertanahan Buleleng yang dalam menerbitkan sertifikat tidak menyesuaikan dengan Aturan Pasal 6 Ayat 1 Permen ATR 21 Tahun 2020 sehingga mengakibatkan adanya sertifikat tanah Ganda atau tumpang tindih (overlapping) yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat Batu Ampar Sekaligus ketidakpastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang Hak dan telah melanggar UU 30 Tahun 2014 tentang Azas pemerintahan yang baik,” tandas Tirtawan dalam surat pengaduannya.

“Bahwa terhadap tanah yang dinyatakan aset Pemkab seluas 450.000 m2 atas pembelian Nol rupiah sesuai poin angka 7 diatas tersebut kami menduga adanya penyalahgunaan wewenang atau kesewenang-wenangan dalam penerbitan izin atau hak yang berakibat pada perampasan tanah masyarakat tanpa memperhatikan Putusan Kementerian Dalam Negeri Tanggal 9 Desember 1982 Nomor : SK.171/HM/DA/82, serta surat Bupati pada tanggal 10 juni 2008 dan Putusan Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 59/PDT.G/2010/PN.SGR tanggal 12 Juli 2010,” pungkas Tirtawan dalam poin 9 surat pengaduan itu. (Uchan)

BACA JUGA :  Terkait Penyidikan Atas Tirtawan, Ketut Yasa: Saya Harap Presiden Perintahkan Aparat Penegak Hukum Segera Bertindak!