Nasional

Sengketa Pers Bukan Bagian dari UU ITE, Ini Penjelasan Ketua Umum FWJ

1772
×

Sengketa Pers Bukan Bagian dari UU ITE, Ini Penjelasan Ketua Umum FWJ

Sebarkan artikel ini

NASIONALXPOS.CO.ID, JAKARTA —Banyak yang mungkin tidak memahami kaidah dan fungsi Pers itu sendiri. Namun hal tersebut bukanlah sesuatu yang harus dijadikan konflik berkepanjangan. Persoalan sengketa pers terlalu sering dijadikan alat oleh segelintir oknum Dewan Pers dengan penyelesaian ke proses hukum Kepolisian. Tentunya hal itu menjadi presedent buruk bagi perkembangan Pers di Indonesia.

Aktifis Pers Indonesia yang juga sebagai Ketua Umum Forum Wartawan Jaya (FWJ) Indonesia, Mustofa Hadi Karya atau yang biasa disapa Opan menilai kedudukan Pers merupakan taraf kesetaraan individu, kelompok dan organ yang berpihak pada kebenaran.

Advertisement
scroll ke atas

“Kedudukannya sangat fleksible, mengingat peran Pers sebagai penyampai informasi yang memiliki kekuatan sangat hebat dan mampu mengubah mindset pembaca,” kata Opan melalui keterangan tertulisnya, Jum’at (15/9/2023).

Mengacu kepada fungsinya, dia menyebut bahwa Pers bersifat independen, faktual, dan dapat dipercaya. Bagaimana mungkin karya jurnalistik dapat dikriminalisasi. Disinilah letak ketidakmampuan Dewan Pers dalam memberikan pandangan dan memfasilitasi para pihak yang bertikai, sehingga mengarah pada object sengketa Pers.

“Dewan Pers bukanlah lembaga regulator, lembaga itu hanya bersifat Fasilitator dan tidak memiliki Peraturan Pelaksana (PP). Karena UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers adalah Undang Undang tunggal atau lek specialis yang tidak memiliki turunan Peraturan Pelaksana,” jelasnya.

Lebih rinci, Opan mengatakan terjadinya sengketa Pers antara Pengadu dan Teradu, Dewan Pers kerap menghakimi isi pemberitaan karya juenalistik dengan melanggar kode etik jurnalistik, sehingga muncul kebijakan dan aturan yang dikeluarkan Dewan Pers mengarah kepada proses hukum dengan diterapkannya UU ITE atau pencemaran nama baik. Tentunya hal itu sangat membunuh dan membawa Pers Indonesia kepada arah keterpurukan.

“Rekomendasi Dewan Pers bukanlah suatu object landasan hukum untuk pihak Kepolisian menerima laporan warga tertentu untuk memproses karya jurnalistik ke ranah KUHP Pidana. Kepolisian bisa membantah dan mengembalikan kembali ke Dewan Pers untuk memfasilitasi antar pihak yang bertikai, mengingat Pers memiliki Hak koreksi, Hak Jawab, dan Hak diam,” ulas Opan.

Selain itu, dia menjelaskan bahwa di Indonesia, pers diatur dalam Undang – Undang Pers. Disebutkan pasal 2 butir 1 dan 2 bahwa; “(1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. (2) Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1) Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.” Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat lima fungsi pers sebagai media massa, yaitu sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial, dan lembaga ekonomi.

Sebagai fungsi kontrol sosial, hal ini dijelaskan Opan memiliki kekuatan benang merah yang sangat kuat. Dalam penegakkan nilai – nilai Pancasila, penegakan hukum, dan penegakan hak asasi manusia.

Pers sebagai media kontrol tercantum dalam UU Nomor 40 tahun 1999 pasal 6 butir (d) yang berisi: Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal – hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Sehingga pers sebagai kontrol sosial merupakan penghubung antara pemerintah dan rakyat.

Media massa berfungsi mengawasi jika ada pelanggaran hukum dan HAM yang terjadi, memberikan kritik, juga koreksi atas perbuatan tersebut. Pengawasan ini dilakukan pers terhadap pemerintah maupun masyarakat.

“Pers dapat mengawasi dan mengkritik adanya pelanggaran HAM, penyalahgunaan kekuasaan, kriminalitas, maupun hal – hal yang mengancam perekonomian,” ujarnya.

Menurut Harold D. Lasswell dan Charles R. Wright (ahli komunikasi media massa), ada tiga fungsi pers, pertama sebagai Alat Pengamat Sosial (Social Surveillance): Pers atau media massa merupakan lembaga yang mengumpulkan dan menyebarkan berbagai informasi dan pemahaman yang objektif terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar mereka.

Kedua, kata Harold, sebagai Alat Sosialisasi (Sosialization) Pers atau media massa dapat berfungsi sebagai alat sosialisasi mengenai nilai-nilai sosial dan mewariskannya dari satu generasi ke genarasi berikutnya.

Dan yang ketiga, menurut Harold, sebagai alat korelasi Sosial (Social Correlation) Pers juga dapat berfungsi sebagai alat pemersatu berbagai kelompok sosial yang ada di masyarakat. Hal ini bisa tercapai dengan cara menyebarkan berbagai pandangan yang ada sehingga tercapai suatu konsensus. (Uchan)

BACA JUGA :  Surat Edaran Kapolri Soal Penanganan Perkara UU ITE

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *