Opini

Idul Fitri Manifestasi Merdeka Dari Nafsu Budaya Aksesoris Lebaran

3218
×

Idul Fitri Manifestasi Merdeka Dari Nafsu Budaya Aksesoris Lebaran

Sebarkan artikel ini

Oleh: Andi Irawan
Insan Pembelajar Indonesia

Lebaran sekarang kapan kami dibelikan baju, sendal, sepatu, dan (segala atribut Hari Raya) barunya. Teriak sang anak para bocah, remaja, bahkan orang dewasa sekalipun mengumandangkan budaya aksesories Hari Raya serba baru. Ungkapan ini sudah menjadi mantra sosial menjelang Hari Raya Idul Fitri tiba. Sedemikian sering para orangtua dikalangan umat Islam, termasuk penulis dibuat was was bahkan gundah gulana tak nyenyak tidur tak enak pikir, menghadapi budaya pemenuhan aksesoris Lebaran ini. Kondisi kerap dirasakan mendesak memaksa otak untuk mencari jalan keluarnya, apalagi Tunjangan Hari Raya dan semacamnya belum nampak menggembirakan. Berulangkali begitu sering pula dijelaskan banyak Ustadz, Kyai Ajeungan, Ulama Penceramah, dan penasehat spiritual agama, bahwa momentum Hari Raya Idul Fitri sejatinya adalah kembali pada kesucian diri, kemerdekaan atas hawa nafsu, hari kemenangan atas keberhasilan menahan nafsu lapar dan haus selama bulan Ramadhan.

Konsep Hari Raya yang mulia dan suci menjadi idealitas di atas awan diterpa angin badai gejolak promosi para produsen musiman. Entah sampai kapan budaya aksesoris Lebaran serba baru ini berubah, atau paling tidak sedikitnya mendekati tujuan dari arti sebenarnya, Momentum Hari Raya Idul Fitri. Kembali kepada fitrah sebagai makhluq yang berdimensi seimbang fisik biologis-spiritual Ilahiyah. Fenomena budaya berlebaran di Hari Raya Idul Fitri adalah sebagai spirit kemenangan atas ibadah di bulan suci Ramadhan, bisa menjadi dampak positif bagi keberlangsungan roda ekonomi secara sosial semua kalangan. Bergeraknya peningkatan arus stimulasi ekonomi ke arah respon positif di dunia pasar dan industri lokal hingga global, menjelang Hari Raya merupakan komoditas istimewa, bagi para pelaku dunia usaha atau produsen kebutuhan primer maupun sekunder. Sedikit mengulas tentang makna Idul Fitri disini, penulis mengutip pendapat mantan Menteri Agama yang juga Pendiri Pusat Studi Al Quran KH M. Quraish Shihab. “Apa sebenarnya arti fitrah? banyak sekali arti fitrah salah satu diantaranya adalah suci. Ber-Idul Fitri berarti kita kembali pada kesucian, kita kembali asal kejadian kita yang suci tidak membawa serta dosa, berprasangka baik, tidak menaruh dendam. Dengan ber-Idul Fitri kita kembali pada kesucian kita itu dan bebas dari dosa karena berharap telah diampuni oleh Allah Swt, berharap mendapat pemaafan dari orang-orang yang pernah kita lukai hatinya”, “Fitrah yang berarti kembali pada asal kejadian mempunyai makna yang berkaitan dengan fungsi-fungsi dari badan kita. Sejak kita lahir, fitrah kita adalah berjalan dengan kaki, melihat dengan mata, mendengar dengan telinga, berfikitr dengan akal, kita ingin menggunakan itu semua sebagai mana yang dikehendaki oleh Allah ketika menganugrahkan kita potensi dan organ-organ tersebut. Itu semua arti dari kembali kepada fitrah. Semua ada metode pendekatannya jangan sampai salah menerapkan metode”, dikutip dari Https://correcto.id by Dedi sutiadi 23 Mei 2020. Kembali kepada asal kejadian penciptaan manusia berasal dari tanah, pesan Alqur’an Assajadah ayat 7, arti: Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Prof. Quraish Shihab kemudian menegaskan “Dengan ber-Idul Fitri, kita harus sadar bahwa asal kejadian kita adalah tanah: Allah Yang membuat sebaik-baiknya segala sesuatu yang Dia ciptakan dan Dia telah memulai penciptaan manusia dari tanah.” lebih lanjut Prof. Quraish Shihab menggambarkan, Kesadaran bahwa asal kejadian manusia dari tanah, harus mampu mengantar manusia memahami jati dirinya. Tanah berbeda dengan api yang merupakan asal kejadian iblis. Sifat tanah stabil, tidak bergejolak seperti api. Tanah menumbuhkan, tidak membakar. Tanah dibutuhkan oleh manusia, binatang dan tumbuhan — tapi api tidak dibutuhkan oleh binatang, tidak juga oleh tumbuhan. Jika demikian, manusia mestinya stabil dan konsisten, tidak bergejolak, serta selalu memberi manfaat dan menjadi andalan yang dibutuhkan oleh selainnya. Dikutip dari https://kemenag.go.id teks-khutbah-idul-fitri-kh-m–quriash-shihab.

BACA JUGA :  Pastikan Pelaksanaan Idul Fitri, Pangdam XIII/MDK Hadiri Rapat Forkopimda Sulut

Hari Raya Idul Fitri adalah hari kemenangan bagi mereka yang beriman, atas pencapaian menjalankan perintah Allah Swt, menahan nafsu lapar dan haus serta pengendalian daya syahwat yang mengiringi nafsu yang dimiliki manusia. dimanifestasikan sebagai bentuk puncak spiritualitas tertinggi dan rasa syukur dengan ucapan Tasbih, Tahmid, Tahlil, dan Takbir mengagungkan Allah Swt, Sang Pencipta Alam semesta kehidupan beserta makhluq seisinya. Manifestasi subtansi kemenangan seseorang atas pengendalian dirinya melaksanakan ibadah shaum di bulan suci Ramadhan, adalah agar manusia merdeka terbebas dari kekangan nafsu berlebihan keserakahannya. Memaknai Idul Fitri 1442 H, dari uraian pengertian, inspirasi dan perspektif yang sudah disajikan, akhirnya penulis dapat mengambil kesimpulan serta merefleksikan momentum Idul Fitri secara hakiki, Kembali kepada kesucian langkah, visi, orientasi, penggunaan panca Indra dan daya hidup manusia yang sesuai dengan asal proses kejadiannya, dalam kehendak Allah Swt. Semangat Hari Raya Idul Fitri kembali memperbaharui hidup, kita sebagai manusia dari kebiasaan glamour budaya berlebihan dan bergejolak nafsu saling memamerkan asset, aksesoris tingkat status sosial. Bertahap untuk menuju rasa mawas diri untuk tetap merdeka hidup kembali kepada fitrah tidak dikendalikan oleh hawa nafsu membara menuai derita. Pesan Alqur’an surat Al-A’raf Ayat 31 Arti: Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Pesan Hadis: Artinya, “Diriwayatkan dari Al-Hasan bin Ali RA, ia berkata, ‘Rasulullah SAW telah memerintahkan kami pada dua hari raya agar memakai pakaian terbaik yang kami temukan,’” (HR Al-Baihaqi dan Al-Hakim). Dikutip dari https://www.laduni.id by Abel Faiz Rabu,15 Mei 2019. Berarti dengan demikian bukan baju atau aksesoris serba baru, namun memakai pakaian yang terbaik. Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata: “Hari raya itu bukan bagi orang yang memakai pakaian baru. Akan tetapi hari raya bagi mereka yang takut terhadap hari pembalasan”. Dikutip dari http://www.tintahijau.com Oki 22 Mei 2020. Sehingga marilah kita ber-Idul Fitri kembali merdeka dari hawa nafsu berlebihan, bukan membudayakan Aksesoris Lebaran yang memboroskan. Wallahu A’lam Bishawab. (Red)