Opini

Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Pengawasan dan Pembimbingan Klien yang Menjalani Pembebasan Bersyarat

174
×

Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Pengawasan dan Pembimbingan Klien yang Menjalani Pembebasan Bersyarat

Sebarkan artikel ini

Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana.

Pidana penjara merupakan jalan terakhir (ultimum remidium) dalam sistem hukum pidana yang berlaku, untuk itu dalam pelaksanaannya harus mengacu pada hak asasi manusia mengingat para narapidana memiliki hak-hak dasar yang harus dilindungi, salah satunya hak untuk hidup bebas atau untuk merdeka yang harus dijunjung tinggi keberadaannya.

Advertisement

Menurut Van Bemmelen dalam buku karangan Andi Hamzah seorang ahli pidana menganut teori gabungan mengatakan, Pidana bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat. Tindakan ini dimaksudkan mengamankan dan memelihara tujuan. Jadi pidana dan tindakan bertujuan mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana ke dalam kehidupan bermasyarakat”. Aturan mengenai sistem pemasyarakatan yang berlaku saat ini adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, dalam Pasal 1 angka 2 menyatakan sebagai berikut: “suatu tatanan
mcngenai arah dan batas serta metode pelaksanaan fungsi Pemasyarakatan secara terpadu.”.

Selain mengatur berbagai aspek terait dengan pemasyarakatan sebagaimana telah disebutkan di atas, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan juga mengatur mengenai hak-hak seorang narapidana. Pasal 14 ayat 1 salah satu isinya adalah bahwa narapidana berhak mendapatkan hak pembebasan bersyarat. Pelaksanaan sistem Pemasyarakatan mempunyai tujuan akhir yaitu terciptanya kemandirian warga binaan.

Dalam sistem pemasyarakatan terdapat lembaga-lembaga yang memiliki tugas sebagai pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dibawah Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Lembaga Pemasyarakatan atau LAPAS merupakan lembaga yang bertugas membina narapidana yang sedang menjalani masa hukuman berdasar vonis/putusan pengadilan.

BACA JUGA :  Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Rangka Pembinaan Terhadap Narapidana Terorisme

Begitupun Rumah Tahanan (RUTAN), merupakan tempat pembinaan tersangka atau terdakwa yang ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan. Selanjutnya Balai Pemasyarakatan atau BAPAS merupakan lembaga yang melaksanakan pembimbingan dan pengawasan bagi narapidana yang telah bebas dari LAPAS ataupun RUTAN untuk mendapat program reintegrasi sosial. Reintegrasi sosial merupakan tahapan akhir pembinaan bagi narapidana yang diselenggarakan diluar LAPAS ataupun RUTAN melalui pemberian program-program reintegrasi sosial seperti pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan asimilasi. Dalam hal ini istilah penyebutan narapidana berganti menjadi klien pemasyarakatan.

Balai Pemasyarakatan (BAPAS) mempunyai peran yang penting dalam memberikan bimbingan terhadap para narapidana yang telah memperoleh pembebasan bersyarat, yaitu dengan pemberian pengawasan yang khusus. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengawas tak jarang BAPAS sering mengalami berbagai macam kendala. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana peran pembimbingan terhadap klien BAPAS.

Balai Pemasyarakatan merupakan ujung tombak dari Sistem Pemasyarakatan, yang berfungsi pada proses peradilan sejak tahap pra adjudikasi, adjudikasi dan post adjudikasi. Sebagai ujung tombak sudah seharusnya fungsi Balai Pemasyarakatan saat ini perlu disertai dengan penegasan dalam pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan maupun Sistem Peradilan Pidana, sehingga BAPAS dapat menjalankan fungsinya khususnya memberikan pengawasan terhadap klien pemasyarakatan hingga akhirnya dapat mengantarkan klien pemasyarakatan kembali dalam kehidupan normalnya di masyarakat.

BACA JUGA :  Kurangnya Pengawasan, Pembangunan TPT di Desa Karangsatu Diduga Asal-asalan

Terlebih pada saat ini dunia sedang dalam kondisi yang mengkhawatirkan akibat adanya Corona Viruses Disease (Covid-19) yang telah menjadi pandemi. Virus tersebut dikenal dengan sebutan Covid-19 dan telah melanda 223 negara ini dunia. sebanyak 168.040.871 kasus terkonfirmasi positif dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak i3.494.758 orang. Begitupula negara Indonesia juga sedang dalam kondisi darurat pandemi Covid-19.

Pembaharuan data terakhir pada tanggal 28 Mei 2021 sebanyak 1.803.361 orang positif terjangkit Covid-19 dengan jumlah pasien sembuh sebanyak 1.654.557 orang dan pasien yang meninggal dunia sebanyak i50.100 orang. Adanya pandemi Covid-19 tentunya berdampak pada stabilitas ekonomi, sosial termasuk pada tatanan sistem peradilan pidana di Indonesia.

Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan kebijakan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 10 Tahun 2020 Kemudian Dilanjutkan dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 32 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penaggulangan Penyebaran Covid-19. Kebijakan ini diambil berdasarkan pertimbangan untuk menjamin hak hidup Warga Binaan Pemasyarakatan . Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di Indonesia mengalami overcrowding.

BACA JUGA :  Diversi sebagai Wujud Keadilan Restoratif Bagi Anak yang Berhadapan Dengan Hukum

Kondisi yang sempit sehingga warga binaan hidup berdesakan di dalam sel menjadikan peluang penularan virus antar sesama warga binaan pemasyarakatan menjadi sangat mudah. Bisa dibayangkan apabila ada 1 orang yang terinfesi virus tersebut, maka penularannya akan sangat mudah dan cepat karena kondisi tersebut, apalagi sebagian diantara narapidana tersebut termasuk kelompok rentan dimana telah berusisa lebih dari 60 tahun dan telah menjalani lebih dari 2/3 masa pidana.

Melalui kebijakan Peraturan Menteri Hukum HAM RI No 10 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No 32 Tahun 2020 . Dengan Rincian Untuk Asimilasi Rumah dan Hak Integrasi yang diberikan melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No 10 Tahun 2020 sebagai berikut Asimilasi Rumah bagi Narapidana Dewasa dan Anak Sebanyak 69.006 kemudian Hak Integrasi Sebanyak 57.334 , Kemudian Untuk Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No 32 Tahun 2020 rinciannya Asimilasi Rumah bagi Narapidana Dewasa dan Anak Sebanyak 18.667 kemudian Hak Integrasi Sebanyak 14.718. Adapun untuk lokus penelitian ini penulis mengambil tempat di Balai Pemasyarakatan Kelas 1 Tangerang. Berdasarkan uraian di atas maka penulis menetapkan judul penelitian ini adalah :“Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Pengawasan Dan Pembimbingan Klien Yang Menjalani Pembebasan Bersyarat Berdasarkan Permenkumham Nomor 03 Tahun 2018 (Studi Pada Balai Pemasyarakatan Kelas 1 Tangerang) ”.

Penulis : Dadang Suherlan, S.H.,MH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *